Menanggapi Pesta tahun baru.
L APA YANG PERLU KITA LAKUKAN KETIKA TAHUN BARU
Perayaan tahun baru termasuk hari raya non Muslim. Dengan bukti, perayaan ini memiliki latar belakang ideologi. Sehingga bukan sebatas tradisi yang berkembang di masyarakat. Tapi yang terjadi adalah hari raya non Muslim yang diikuti kaum Muslimin.. dan seperti inilah dampak buruk ikut-ikutan orang kafir, sehingga ketika perayaan itu digelar, tidak lagi bisa dibedakan mana Muslim, mana kafir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
*"Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut."*
📚[HR. Ahmad 5114, Abu Daud 4033 dan dihasankan Al-Albani]
Setelah kita memahami bahwa perayaan ini dilarang secara syariat, lalu apa yang perlu kita lakukan ketika tahun baru?
Ada 2 pilihan, dan kita akan mempertimbangkan mana yang lebih memungkinkan:*
[1] Dicuekin, sikapi saja seperti tidak terjadi apa-apa.*
[2] Membuat acara tandingan lainnya, seperti Tahajud berjamaah di masjid atau kajian tengah malam atau zikir mujahadahan, dan seterusnya.*
Hari raya non Muslim sudah ada sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahkan sudah ada sejak zaman sebelumnya. Sehingga kita bisa meniru bagaimana cara beliau bersikap.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk Madinah:
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَإِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْرًا مِنْهُمَا، يَوْمَ الْفِطْرِ، وَيَوْمَ النَّحْرِ
“Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian: Iedul Fitri dan Iedul Adha.”*
📚 [HR. Ahmad 12827 dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth]
Perayaan Nairuz dan Mihrajan adalah hari raya orang persia (agama Majusi).
Dua hari perayaan dimeriahkan penduduk Madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan.
Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua perayaan ini.
Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Iedul Fitri dan Iedul Adha.*
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan acara tandingan, seperti Dhuha berjamaah atau diganti kajian.
Beliau hanya mengingatkan bahwa itu dilarang dan selanjutnya TIDAK PERLU digantikan dengan acara tertentu di hari itu, karena gantinya adalah Iedul Fitri dan Iedul Adha.
Karena itulah, TIDAK DIANJURKAN membuat acara tandingan ketika malam tahun baru. Cukup dicuekin saja, anggap tidak ada apapun. Justru membuat acara tandingan ketika malam tahun baru, termasuk menjadikan malam itu sebagai malam istimewa, sehingga dilakukan ibadah khusus.*
Kita bisa tiru seperti suasana di tanah suci, tidak ada suasana apapun yang berbeda antara malam tahun baru dengan malam sebelumnya.
5 Cara Memaknai Tahun Baru Bagi Seorang Muslim
1. Tafakkur (Berpikir) Yang Pertama, Yaitu Tafakkur Hisab (Intropeksi)
Dia memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam, lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya, hingga hatinya menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada Rabbnya.
2. Tafakkur Yang Kedua, Yaitu Tafakkur Isti’daad (Persiapan)
Dia mempersiapkan ketaatan pada hari-harinya yang menjelang, sembari memohon pertolongan kepada Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang Penciptanya, terdorong mengamalkan prinsip hidupnya yang terdapat dalam surat Alfatihah ayat 5,“Hanya kepada-Mulah, kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami menyembah”.
3. Bukankah Hidup Ini Hakikatnya Adalah Perjalanan?
Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Setiap hari, semua orang melanjutkan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan dirinya. Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya”
(Hadits Riwayat Imam Muslim).
4. Memahami Tujuan Hidup Di Dunia Ini
Sesungguhnya seorang Muslim, ketika meniti perjalanan hidupnya memiliki tujuan. Ia melakukan perjalanan hidupnya agar dapat mengenal siapa Allah. Dengan mengetahui nama, sifat, dan perbuatan-Nya. Inilah tujuan perjalanan hidup yang pertama ma’rifatullah (dalilnya: QS.Ath-Thalaaq: 12).
Kemudian dia iringi ma’rifatullah itu dengan ‘Ibadatullah (beribadah dan ta’at kepada Allah). Dan inilah tujuan perjalanan hidup yang kedua bagi seorang Muslim, yaitu agar dia bisa beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar (dalilnya QS.Adz-Dzaariyaat : 56), ia persembahkan jiwa raganya untuk Allah.
5. Memahami Akhir Perjalanan Hidup Seorang Muslim
Demikianlah kehidupan seorang Muslim terus melakukan perjalanan hidup, berpindah dari satu bentuk ibadah ke bentuk ibadah yang lainnya, baik dengan ibadah lahiriyah, hati, maupun keduanya, tanpa henti-hentinya.
Allah Taala berfirman yang artinya: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)”
(QS. Al-Hijr: 99).
6. Adapun Akhir Perjalanan Adalah Surga
Di dalamnyalah tempat peristirahatan muslim yang abadi, istirahat dari letihnya perjalanan sewaktu di dunia dahulu, menikmati kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati manusia.
Allah Taala berfirman yang artinya: ”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”
(QS.Ali ‘Imran : 133).
Ironis, Negara kita yang tercinta ini, dengan penduduk yang mayoritas kaum muslimin, yang seharusnya memiliki prinsip dan sikap seperti apa yang telah disebutkan di atas ternyata setiap malam tahun baru masehi, di setiap kota besar khususnya, marak bermunculan acara-acara besar untuk merayakan tahun baru tersebut. Dan jujur kita katakan, bahwa barangkali tidak ada satu pun dari acara-acara tersebut yang terbebas dari kemaksiatan. Bahkan, mungkin Anda bergumam Bukan hanya maksiat, tapi juga menelan dana yang besar.
Coba renungkan, berapa puluh milyar anggaran yang dikeluarkan untuk menyambut tahun baru di ibu kota negara maupun kota-kota provinsi? Dengan biaya itulah, ratusan panggung “hiburan” di berbagai penjuru kota-kota besar justru difasilitasi secara resmi dengan segala hingar bingarnya yang didukung dengan besarnya dana. Uang pun dihambur-hamburkan untuk menghiasi jalan-jalan kota, “pesta” terompet, mercon, dan kembang api .
Berbagai bentuk kemaksiatan pun dapat mudah ditemukan di banyak tempat, bukan hanya di tengah kota, jalan besar, taman kota, hotel, dan kafe. Sampai-sampai di sebagian lapangan desa dan jalan kampung pun, tidak jarang kemaksiatan mudah ditemukan di malam tahun baru masehi.
Posting Komentar untuk "Menanggapi Pesta tahun baru."