Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HUKUM KOTORAN CICAK DAN BAGAIMANA CARA MENGHILANGKAN NAJIS DI LANTAI

HUKUM KOTORAN CICAK DAN BAGAIMANA CARA MENGHILANGKAN NAJIS DI LANTAI


Dalam hal ini, orang yang kejatuhan najis kotoran cicak atau burung di pertengahan sholatnya diharuskan untuk membuang najis tersebut seketika itu juga dari bagian tubuh atau pakaian yang terkena najis, dan ia tetap harus melanjutkan sholatnya, sebab najis ini tergolong najis yang di Ma’fu (ditoleransi/dimaafkan).

Ketentuan seperti ini ketika najis yang mengenainya adalah najis yang kering. Berbeda halnya ketika najis yang mengenainya adalah najis yang basah. 

Maka dalam hal ini, ia hanya bisa melanjutkan sholatnya dengan cara melepas pakaiannya seketika itu juga, ketika memang dengan melepas pakaian aurotnya tetap tertutup.

Jika tidak, maka sholatnya menjadi batal. Begitu juga ketika najis yang basah ini mengenai kulitnya, maka tidak ada jalan lain kecuali membatalkan sholatnya, sebab najis yang basah ini bukan merupakan najis yang di ma’fu.

Penjelasan tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam kitab: "Manhaj at-Thullab"

قال: (لا) إن عرض (بلا تقصير) من المصلي كأن كشفت الريح عورته أو وقع على ثوبه نجس رطب أو يابس ( ودفعه حالا ) بأن ستر العورة ، وألقى الثوب في الرطب ، ونفضه في اليابس فلا تبطل صلاته ، ويغتفر هذا العارض اليسير.

“Tidak batal jika baru datang pada orang yang sholat sesuatu yang membatalkan tanpa adanya tindak kecerobohan dari orang yang sholat. Seperti aurotnya terbuka sebab terkena angin atau jatuh perkara najis mengenai pakaiannya dan ia mencegahnya seketika itu juga dengan cara menutup aurotnya, melepas pakaiannya pada najis yang basah dan membuang najis yang kering, maka shalatnya tidak batal. Dan hal yang bersifat baru datang yang sebentar ini ma’fu.”

📚(Syekh Zakariya al-Anshori, Manhaj at-Thullab, juz 2, hal. 481).

Berbeda halnya ketika wujudnya kotoran burung atau cicak ini begitu banyak dan berada di tempat sholat saja, tidak sampai mengenai bagian tubuh dan pakaian orang yang sholat. Maka kotoran cicak atau burung ini dapat dihukumi ma’fu dengan tiga syarat:

Pertama:Seseorang tidak menyengaja berdiri di tempat yang terdapat kotoran cicak atau burung tersebut.

Kedua: Kotoran tersebut tidak basah.


Ketiga:* Sulit untuk menghindari kotoran itu.

Sebagaimana penjelasan yang terdapat dalam kitab I’anah at-Tholibin berikut:

قال: (قوله ومكان يصلى فيه) أي وطهارة مكان يصلى فيه ويستثنى منه ما لو كثر ذرق الطيور فيه فإنه يعفى عنه في الفرش والأرض بشروط ثلاثة أن لا يتعمد الوقوف عليه وأن لا تكون رطوبة وأن يشق الاحتراز عنه“

“Dan disyaratkan sucinya tempat yang dibuat sholat. Dikecualikan dari hal ini permasalahan ketika banyak kotoran burung di tempat tersebut. Maka kotoran ini dihukumi najis yang *Ma’fu* ketika berada di tanah atau permadani dengan tiga syarat. Tidak menyengaja berdiam diri di tempat yang terdapat kotoran tersebut, kotoran tidak dalam keadaan basah dan sulit untuk dihindari.”

📚 (Sayyid Abu Bakar Syatho’, Hasyiyah I’anah at-Tholibin, juz 1, hal. 80).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa ketika orang yang sedang sholat terkena najis berupa kejatuhan kotoran cicak atau burung maka ia harus segera membuangnya dan melanjutkan sholatnya. Karena kotoran tersebut dima’fu selama najis tersebut dalam keadaan kering.

Berbeda halnya ketika najis kotoran tersebut basah, maka ia harus melepas pakaiannya jika tidak sampai membuka aurot, jika sampai membuka aurot atau najis tersebut mengenai kulitnya maka sholatnya menjadi batal.

Cara membersihkan najis yang berada di lantai adalah sebagai berikut :

Ulama’ Ahli Fiqih membagi najis menjadi tiga jenis dan masing-masing memiliki tata-cara tersendiri dalam menyucikannya:

1. Najis Mugholladhoh* Adalah Najis yang bersumber dari anjing atau babi. 

Cara menyucikannya adalah dengan tujuh kali basuhan dan basuhan yang pertama atau salah satunya menggunakan tanah suci atau semacamnya. 

Dalilnya adalah Hadits Riwayat al-Imam al-Bukhori dan Muslim.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallama, bersabda:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Cara menyucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah”

Demikian juga cara menyucikan najis yang berasal dari babi, karena babi lebih buruk daripada anjing.

2. Najis Mukhoffafah.

Adalah air kencing anak laki-laki atau muntahnya yang belum berumur dua tahun dan belum makan makanan selain ASI. 

Cara menyucikan najis mukhoffafah adalah cukup dengan hanya memercikkan air pada seluruh bagian yang terkena najis mukhoffafah.

Dalilnya adalah Hadits Riwayat al-Imam al-Nasa’i dan Abu Daud dari Abu Sadia berkata bahwa Nabi shollallohu 'alaihi wa sallama, bersabda:

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

“Air kencing anak perempuan itu dibasuh, sedangkan air kencing anak laki-laki itu dipercikkan.

*3. Najis Mutawassithoh.* 

Adalah semua najis selain najis mugholladzoh dan Najis mukhoffafah, di antaranya: 

◼️Darah (termasuk  darah manusia), nanah dan sebagainya.

◼️Kotoran atau air kencing manusia atau binatang atau sesuatu yang keluar dari perut melalui jalan manapun termasuk yang keluar melalui mulut (muntah).

◼️Bangkai  binatang  yaitu  binatang  yang  mati tidak disembelih secara islam / bangkai binatang yang tidak halal dimakan meskipun disembelih, kecuali bangkai ikan dan belalang.

◼️Benda cair yang memabukkan.

◼️Air susu atau air mani binatang yang tidak halal dimakan.

Cara menyucikan najis mutawassithoh adalah dengan menghilangkan rupa, rasa dan baunya. 

Selain itu tidak disyaratkan jumlah bilangan cucian seperti dalam Najis Mugholladzoh. 

Najis mutawassithoh sudah dinilai suci apabila rupa, rasa dan bau najis tersebut sudah hilang meski dengan sekali cucian.

Perlu diketahui bahwa ketiga jenis najis di atas, secara umum dibagi menjadi dua:

1. Najis Hukmiyah.

2. Najis 'Ainiyah.

 Najis Hukmiyah adalah Jenis najis yang tidak memiliki bentuk yang dapat diraba, dilihat dan baunya hilang. Semua jenis najis apabila masuk dalam kategori hukmiyah maka cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air ke seluruh bagian yang terkena najis tersebut.

Sedangkan Najis 'Ainiyah adalah semua jenis najis yang memiliki bentuk yang dapat diraba, atau dilihat atau baunya masih dapat dicium. Cara meysucikan semua jenis najis dalam kategori 'Ainiyah ini adalah Dengan menghilangkan bendanya itu sendiri, jika masih tersisa warnanya setelah digosok, maka dimaafkan. Demikian pula dimaafkan dengan bau yang masih tersisa, jika memang sulit dihilangkan.

TA'RIF Dan Pengertian Najis Ainiyah Dan Hukmiyah*

Untuk lebih jelas tentang Najis Hukmiyah dan Najis  Ainiyah menurut madzhab Syafi’i berikut definisi dari Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori dalam Kitab: "Asnal Matholib, hlm. 1/94 :

*ثُمَّ النَّجَاسَةُ إمَّا عَيْنِيَّةٌ وَهِيَ التي تَحُسُّ أو حُكْمِيَّةٌ وَهِيَ بِخِلَافِهَا كَبَوْلٍ جَفَّ ولم يُوجَدْ له أَثَرٌ وَلَا رِيحٌ.*

‘Najis ada dua yaitu Najis Ainiyah yaitu Najis yang terlihat dan Najis Hukmiyah yaitu sebaliknya yakni Najis yang tidak ada bekasnya dan baunya".

Contoh dari Najis Hukmiyah dalam madzhab Syafi’i adalah kencing yang sudah kering.

(Al-Hatthob dalamnya Mawahibul Jalil Syarah Mukhtashor Kholil, hlm. 1/230) menjelaskan:

*فعلم منه أن الحكمية هي التي لا طعم لها ولا لون ولا ريح كالبول إذا جف وطال أمره، والعينية نقيض الحكمية وبهذا فسرهما الشافعي. انتهى*

‘‘Dapat disimpulkan bahwa Najis Hukmiyah adalah Najis yang tidak ada rasa, warna dan bau seperti kencing yang sudah kering dan sudah lama. Sedangkan Najis Ainiyah adalah Najis yang kebalikan dari hukmiyah sebagaimana penafsiran dari Imam Syafi’i.

CARA Merubah Najis Ainiyah Menjadi Hukmiyah

Dari dua penjelasan di atas dapat diketahui bahwa: Suatu najis yang mengenai baju atau lainnya dapat berubah dari Najis Ainiyah menjadi Najis Hukmiyah dengan tiga cara:

(1) Secara otomatis tanpa harus disiram air atau dibilas sabun atau dihilangkan dengan kain atau tisu apabila tidak ada atau tak terlihat lagi benda najisnya. Seperti kencing yang mengering. 

Apabila ini yang terjadi, maka cukup menyiram benda yang mutanajjis itu satu kali saja. Dan air bekas menyiram tetap suci (tapi tidak bisa dibuat menyucikan najis yang lain lagi).

(2) Secara manual memakai benda, yaitu dengan menghilangkan benda atau cairan najis dengan kain kering, tisu kering atau benda lainnya.

(3) Secara manual memakai air, yaitu menghilangkan benda najis atau cairan najis dengan menyiramkan air pada benda/cairan najis tersebut. 

Cara ini berakibat borosnya penggunaan air dan najis yang ada bisa melebar ke mana-mana.

KESIMPULAN Cara Menyucikan Najis Ainiyah Dan Hukmiyah*

Untuk lebih jelasnya berikut cara praktis menyucikan Najis Ainiyah dan Hukmiyah:

🔸Cara menyucikan Najis Ainiyah:

Buang benda atau cairan najisnya terlebih dahulu dengan lap atau tisu sampai tidak tampak lagi benda najisnya. 

Misalnya: Ada kencing anak kecil atau kotoran cicak dan tikus atau ayam dan lain sebagainya di lantai, maka hilangkan kencing atau yang lainnya yang disebutkan di atas tersebut dengan Tisu atau lap kering.

Setelah itu siram dengan air suci satu kali saja. Status benda menjadi suci dan status air bekas menyucikan najis juga suci. Artinya, lantai atau lokasi lain yang terkena aliran air itu tidak najis.

🔸CARA menyucikan najis hukmiyah:

Siram najis hukmiyah dengan satu kali siraman. Selesai.

Status benda atau tempat menjadi suci dan status air bekas menyucikan najis hukmiyah juga suci. 

Jadi tidak perlu disiram lagi untuk kedua kali atau ketiga kalinya.

*CARA mengepel lantai yang sesuai syariah :*

Banyak kesalahan umat Islam dalam mengepel lantai yang terkena najis. Berikut cara mengepel lantai yang syar’i : Kalau di lantai terdapat najis, maka buang najis tersebut dengan Tisu kering atau Lap kering. ( Jangan gunakan lap basah/tisu basah karena akan berakibat penyebaran najis). 

Setelah habis/hilang benda najisnya, maka siram tempat yang najis tersebut dengan satu kali saja.

Baru dilakukan pengepelan lantai dengan cara pengepelan yang biasa dilakukan.

Posting Komentar untuk "HUKUM KOTORAN CICAK DAN BAGAIMANA CARA MENGHILANGKAN NAJIS DI LANTAI"