Menjadi hamba visioner
Panasnya bumi, teriknya matahari, pun banyaknya tebaran galaksi . mungkin sudah bisa dikatakan bahwa hal itu sudah cukup atas kekuasaa-Nya sehingga dengan rendah hati kita harus benar-benar mengakui bahwa yang maha terpuji hanyalah dia yang maha memiliki . Hidup bukan hanya tentang paduan suara, dimana kita cukup memainkan irama untuk berhasil menyatukan suara yang sama, tapi hidup bisa dikatakan lebih dari itu ! meskipun terlintas sederhana tentang bagaimana hidup tapi yang lebih penting untuk menyanyat hati paling dalam ialah tentang bagaimana kita menjalankannya . sehingga semua jalan berkepanjangan akan selalu diterjang meski cobaanya tentang bagaimana kita bisa melewati duri dalam perjalanan.
Dalam dunia persemidian kita cukup tahu bahwa diam itu asyik karena dengan diam kita dapat sadar bagaimana Allah SWT menciptakan bunyi dalam sunyi suara dalam hampa dan terang dalam kegelapan. sehingga kita berada diruang kosong yang seolah disana hanyalah jiwa yang berseteru menghening pada dzat yang tak dapat dirabah dengan indra tapi dapat disentuh dengan rasa. pada titik pertengahan dalam semedipun kita tahu dalam kebodohan kita bijak dalam keresahan dan kita nyaman karena pangkuan.
Diamlah dalam gerak seolah dalam pertarungan, perlu kita letakkan kepala dibawah kaki yang kemudian kita injak dengan tatap kerendahan dan buang pula rasa sombong karena betapapun tingginya kita niscaya semut yang berada dibawah tapaan kaki. sehingga jangankan melihat keindahan rupa, dapat melihatpun merupakan sebuah kemustahilan. inilah sebabnya bagaimana kita merasa tidak berdaya berada dalam simpuhan dzat yang maha kuasa. Dengan harapan celoteh manusia yang hina dihadapan-Nya dapat tersampaikan. Bukankah sebuah kenifakan jika bibir yang setiap hari kering kemudian menengadah dan bermohon senantiasa berharap munajatnya didengarkan sementara setiap waktu, mulai dari pagi, siang, sore, malam, Ia selalu memanggil tapi kita kerap berpaling tak menghiraukan seolah meratap sombong bahwa perjalanan hidup masih panjang.
Cobalah nikmati udara yang setiap harinya masuk kepori-pori, dan membuat hidup kita ter-engap nyaman tanpa adanya hambatan bukankah itu merupakan anugerah yang tidak bisa dijelaskan, dihitung perdetik, menit, bahkan jam-pun serasa kita tidak mampu mengkalkulasi bagaimana banyaknya Allah SWT memberikan waktu yang seolah kita lewati dalam tempo yang sebentar.
Ternyata dalam tempo yang singkat ini kita sudah mendapat solusi terbaik dari Hujjatul-islam Syaikh Muhammad Al-Ghazali berdasarkan khabar yang diungkapkan oleh Imam Hakim dan Al-Baihaqi setidaknya berbunyi
‘’ من سعة رحمةالله ويبكون سرامن خوف عذابه ان من خيارامتي قومايضحكون جهرا ‘’
Bahwa ciri hamba yang visioner yakni sosok yang tertawa ria dalam keramaian karena bangga dengan rahmat yang diberikan tuhan dan menangis dalam kesunyian karena rasa takut akan hukuman dari tuhan ‘’
sehingga dengan demikian, sosok hamba tadi seolah jasadiyahnya tertancap dibumi rindang dan hatinya menengadah diatas langit keindahan dan ruhnya bersemayam didalam bumi kefanaan sementara akalnya difokuskan untuk menghadap kebenaran dan dari situlah hatinya tetap tenang berjalan sesuai irama yang telah ditetapkan. Karena dari berbagai bumbu penciptaan Allah swt telah menciptakan intisari (kedamaian ) untuk menjadi bahan ejakulasi untuk berdamai dengan keadaan.
Tahukah kita semua ? bahwa betapa inovatifnya jagat raya ini memberikan hukum alamnya derdasarkan sunnah dari pencipta. sehingga dibalik ketebalan tirai yang terselubung kadang terbungkus permata indah yang tersimpan supaya dari seorang hamba tetap menyelam dalam raungan nur (cahaya ) ketuhanan dan selalu menggali dan terus menggali hingga sampai pada alam ketenangan. Dan darinya kita tidak lagi bisa mengungkapkan akan banyaknya bingkisan hikmah yang terselubung dibalik tirai.
Sehingga dari catatan sejarah yang dikutib dari kitab ihya ulumuddin, Allah swt telah mengirimkan wahyu kepada para utusannya dengan ungkapan yang menyentuh dan menyanyat alam kesadaran untuk diungkapkan kepada sifulan penapak pencari kebenaran (Hikmah) ‘’ sesunggunya saya ( Allah swt) telah melumuri ruang dunia ini dengan kenifakan dan engkaupun tidak dapat mengingkari dari apa yang menjadi kesunnahan (ketetapan Allah Swt) sehingga akupun enggan untuk menerima perbuatan nifakmu ‘’, sehingga dari ungkapan demikian sifulan tersebut menjadi sadar dan berbaur dalam keramaian sehingga berjalan dipasar untuk menikmati apa yang telah allah ciptakan serta meletakkan kepala dalam rangka ketawaduaan, dari situlah kemudian Allah swt Berkata kepada utusannya untuk disampaikan kepada sifulan tersebut ‘’ engkau berada dalam keridhaan-ku.
Dari kisah diatas dapat diambil pelajaran bahwa Allah swt menciptakan kehidupan bukan untuk ditangisi dan bukan pula untuk diratap sombong. Tapi, dari berbagai kejadian yang beredar dalam sumbu kehidupan Allah Swt ingin memadukan relasi agar menyatukan hubungan demi tercapainya keridhan dan jauh dari kemurkaan.
Tidak jarang terjadi! Dengan adanya penyesalan manusia kadang terjerumus dalam tindak kekufuran dan tidak jarang pula dengan meratap keangkuhan yakni terlalu menikmati kehidupan manusia kadang terjerumus dalam jurang kefasikan sehingga menjadikan dimensi perjalanan hidup sebagai ajang remeh- temeh terhadap segala hal yang terjadi disekitar.
Karena dari 14 abat yang lalu Rasulullah Saw telah menyampaikan bahwa’’mayoritas manusia yang selamat pada hari pembangkitan adalah mereka yang banyak merenung (tafakkur) dalam kehidupan, dan mayoritas hamba yang tertawa dialam kekekalan (Akhirat) adalah mereka yang melumuri kehidupan dengan tangis penyesalan dan nanti yang paling merasakan kebahagian kelak di akhirat adalah mereka yang sering bersedih dalam dunia kefanaan’’ dari hadist tersebut seolah berbanding balik dengan apa yang akan diperoleh. Namun, seorang salik (penempuh jalan Allah) yang sejati adalah mereka yang cermat menanggapi situasi yang terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi.
Begitu banyak momentum yang perlu kita muhasabah untuk kembali pada pangkuan sang kuasa, dan betapa sedikit kita mengarungi kesadaran untuk bertafakkur terkait apa yang sudah terjadi. Begitulah Allah mengatur perjalanan seorang hamba hanya untuk menyusun rapi tingkatan dalam menempuh perjalanan menuju pulang. Sehingga untuk menjuru pada poros kebenaran (hidayah) perlu kiranya bagi seorang pengembara untuk menyiapkan bekal supaya tidak haus dan tegang untuk bersimpuh menghadap keharibaan. Bukanlah bentuk kecengengan jika kadang manusia mengeluh resah menceritakan problematika yang dihadapinya pada sang pemilik dan bukan pula bentuk kesombongan jika kadang seorang hamba pura-pura tangguh hanya saja ingin terlihat kuat dalam memikul beban. Itu hanya sebentuk cara, untuk menipu dunia agar tidak terlihat lemah dalam kesempurnaan ( Ahsan At-taqwim).
Dalam kaidah menghadapi kehidupan, prestasi terbesar untuk menghadapi perjalanan dan demi menempuh indeks terbaik dari tuhan, maka kalimat terbaik untuk diungkap oleh semua ciptaan adalah kata ‘’syukur’’ dimana sampel kata ini terasa ringan namun pada porsinya tidak semua makhluk bisa melakukan. Yah, begitulah hal yang harus dan mesti kita lakukan untuk mendapat senyuman khusus dari-Nya . dan sudah sepatutnya pula nilai-nilai dalam kehidupan kita terima untuk menjadi bahan berdiskusi bersama keadaan.
Allah swt dengan segala sunnah-Nya menciptakan ujian untuk melatih I,tikad kesabaran, menciptakan kehilangan untuk melatih keikhlasan, keresahan untuk tahu arti ketenangan. Pun sebaliknya. Sehingga dari segala aspek yang telah tertuang dalam kenyataan cukup kiranya untuk manusia sadar betapa indah dan memuat berbagai bentuk pelajaran untuk selalu mengelola tatanan management qalbu (hati) untuk selalu waspada dalam menerima segudang hikmah yang masih terpendam.
Sudah ribuan bahkan jutaan tahun Allah swt menciptakan adam dari segumpal tanah hanya saja untuk memberi intisari pengetahuan bahwa dibalik tanah yang gersang akan tertancap tanaman yang bermekaran.
Fase demi fase kita lalui bahkan untuk menjelang fajar yang akan sirna, seorang manusia hanya diminta untuk kembali kepada genggamannya dalam keadaan ridha dan datang dalam keadaan hati yang benar-benar mendapat keridhaan dari-Nya. Dalam suratan takdirnya Allah swt telah menghimpun berbagai maha karyanya untuk mengisi kekosongan jagat raya. Ridha dalam artian seorang hamba dan pencipta saling menatap dalam ketulusan. Karena betapa gersang jargon kehidupan jika dalam perniagaan menghimpun perjalanan aktivitas tidak didasari keridhan. Ya ! kata ‘’ridha’’ kalimat inilah yang menjadi harapan dan dengan kata itu pula manusia seraya mendapat ketenangan bersama Rahman.
Sudah lama kiranya , Ulama khurasan dan Iraqi berbeda pendapat terkait kata ‘’Ridha’’ apakah term ini merupakan aktifitas atau sebuah maqam (kedudukan\pangkat)?...........
Ulama khurasan berpendapat bahwa Ridha merupakan pangkat dan hal itu merupakan sesuatu yang fundamental dalam tawakkal, dalam artian tawakkal merupakan aksi pertama seorang hamba untuk sampai pada keridhaan melalui segala aktivitasnya.
Sementara ulama penduduk Iraqi berpendapat bahwa ridha merupakan tahapan dari sebuah langkah dan tidak bisa dikatakan sebagai aktifitas jasadiah tapi hal itu merupakan maqam (kedudukan) aktifitas ruhaniah dalam bersemayam untuk seluruh jenis tindakan.
Maha suci Allah SWT, dengan segala kebesarannya, dalam kehidupan yang begitu singkat ini masih memberikan berbagai jalan ruang aktivitas jasadiah dan ruhaniah sebagai penopang batasan-batasan. Mulai dari aktifitas yang menambah jumlah deposito sebagai tabungan untuk diraih pada waktu pengambilan bagian. Mulai dari sholat, sedekah, infak, dan amal-amal lain yang menjunjung stabilitas kita sebagai seorang hamba. Meski dengan demikian kita tidak dituntut untuk meninggalkan kegiatan jasadiah seperti interaksi, olahraga, dan sociality person lainnya, selama tidak terlampau jauh untuk selalu bersahabat dengan lingkungan sekitar.
(Allahu A,lamu Bisshawab)
Posting Komentar untuk "Menjadi hamba visioner"